LSM pemerhati HAM Imparsial meminta
pemerintah mengedepankan dialog dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan di
Papua, salah satunya penembakan di Yigi, Nduga, Papua pada Minggu lalu.
Add captioPasukan gabungan yang dikirimkan untuk mengevakuasi korban serangan KKSM di Yigi, Papua, dan sekaligus mengejar para pelaku, Rabu (5/12). (Courtesy: Kapendam Papua)n |
JAKARTA (VOA)
— Direktur Imparsial Al Araf mengatakan
operasi penegakan hukum yang kini sedang dilakukan aparat di Yigi, Nduga hanya
akan menyelesaikan kasus kekerasan di Papua untuk sementara waktu. Menurutnya,
kasus-kasus kekerasan seperti itu akan terulang kembali hanya diatasi dengan
penegakan hukum biasa. Kata, Al Araf, kasus kekerasan di Papua hanya dapat
diatasi jika ada dialog antara pemerintah dan masyarakat Papua, termasuk
kelompok bersenjata. Sebab, kata dia, persoalan di Papua saat ini cukup
kompleks, tidak hanya soal keadilan ekonomi.
"Karena persoalan di Papua tidak hanya
ketidakadilan ekonomi, tapi persoalan tentang marginalisasi orang Papua,
pelanggaran HAM belum selesai, kemudian tidak tuntasnya problem historis Papua
masuk indonesia," jelas Al Araf kepada VOA, Selasa (11/12).
Aparat Diminta Bertindak Proposional,
Akuntabel & Transparan di Papua
Direktur Imparsial Al Araf (Foto: Imparsial) |
Sementara untuk solusi jangka pendek kasus Nduga, Al
Araf meminta aparat bertindak secara proporsional, akuntabel dan transparan.
Termasuk memberikan perlindungan terhadap saksi-saksi untuk penuntasan kasus
penembakan di Nduga. Ia juga pemerintah membuka akses bagi jurnalis baik asing
dan nasional yang ingin meliput di wilayah Papua.
"Ya memang problemnya selama operasi penegakan
hukum dilakukan, memang kadangkala ruang informasi terbatas. Nah itu jadi
problem tersendiri. Tapi memang seharusnya pemerintah melakukan keterbukaan
kepada publik, khususnya ke media tentang operasi yang dilakukan supaya bisa
transparan dan akuntabel. Termasuk ke media asing," imbuhnya.
Wiranto: “Saya Tidak Berunding dengan
Kriminal”
TNI-Polri terus melakukan operasi penyelamatan korban
dan pengejaran terhadap pelaku penembakan di Yigi, Nduga, Papua, pada 2
Desember lalu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto
menegaskan tidak akan kompromi dengan kelompok bersenjata.
"Saya tidak akan berdiskusi dengan kriminal,
mereka klaim apa saja nggak saya jawab, nggak benar itu pasti. Karena mereka
melakukan suatu propaganda membuat masyarakat resah, membuat masyarakat menjadi
ketakutan, Untuk apa saya jawab. Yang penting negara tetap punya kewajiban
melindungi segenap tumpah darah dan warga negaranya," jelas Wiranto.
Wiranto menambahkan korban tewas akibat penembakan di
Nduga sebanyak 14 orang. Empat orang ditemukan dalam kondisi hidup dan 4
lainnya masih dalam pencarian. Pasukan gabungan TNI-Polri juga berhasil
mengevakuasi 27 orang yang terdiri dari pekerja jembatan, pegawai puskesmas dan
Telkom.
Pasukan gabungan TNI-Polri berhasil mengevakuasi
korban tewas akibat penembakan di Nduga sebanyak 14 orang.
Menkopolhukam Bantah TNI-Polri Gunakan
Bom Saat Evakuasi & Pengejaran
Wiranto membantah bahwa tim gabungan TNI-Polri
menggunakan bom ketika melakukan evakuasi korban dan pengejaran lebih lanjut.
“Saat ini memang ada isu bahwa TNI pakai bom. Nggak ada itu. Tapi kalau kita
gunakan pelontar granat iya, dan suaranya kalau buat orang awam sama dengan
bom. Suaranya sama, tapi barangnya beda. Kalau bom dijatuhkan dari udara, ini
(granat.red) dilontarkan, jadi jangan sampai ada berita simpang siur.”
Wiranto menambahkan bahwa kini sudah didatangkan
pasukan non-organik dari luar Papua, yang dibutuhkan untuk membantu pasukan
yang sudah ada dalam mengejar kelompok bersenjata. (Ab/em)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar